Selasa, Juni 17, 2008

Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu tujun pendidikan nasional , yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan itu dapat tercapai hanya dengan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah membuat berbagai kebijakan ke arah itu. Salah satu di antaranya adalah mengembangkan sistem penidikan terbuka dan jarak jauh (UU N0. 2 Tahun 1989).
Mengingat kondisi geografis serta pertumbuhan dan persebaran penduduk yang tidak merata, sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh merupakan alternatif dalam menjawab tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh juga menjadi pilihan dalam menjawab tantangan global, terutama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan daya saing pada tingkat global. Dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, memungkinkan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu bentuk inovasi pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah: Bagaimana peranan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh dalam mendukung program pemerataan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan
1. Menjelaskan peranan pendidikan terbuka dan jarak jauh dalam rangka mendukung program pemerataan pendidikan di Indonesia
2. Menjelaskan perkembangan pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian-Pengertian
Pendidikan terbuka yaitu pendidikan sepanjang hayat yang berorientasikan pada kepentingan, kondisi dan karakteristik peserta didik/warga belajar, dan dengan berbagai pola belajar dengan menggunakan aneka sumber belajar. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan terbuka dengan program belajar yang terstruktur relatif ketat dan pola pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap muka atau keterpisahan antara pendidik dengan peserta didik/warga belajar (Miarso, 2005). Pendidikan terbuka merupakan istilah umum, sedangkan pendidikan jarak jauh bersifat lebih spesifik. Semua pendidikan jarak jauh adalah pendidikan terbuka dan tidak semua pendidikan terbuka adalah pendidikan jarak jauh.

Pendidikan sepanjang hayat yaitu setiap manusia mulai dari kandungan hingga liang lahat berhak untuk memperoleh apa yang ia perlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (Miarso, 2005). Pengakuan hasil belajar sepanjang hayat tidak didasarkan pada ijazah/diploma/sertifikat, melainkan didasarkan oleh pengakuan masyarakat atas kinerja peserta didik/warga belajar.
Sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh berusaha memberdayakan peserta didik/warga belajar yang berorientasi pada kepentingan, kondisi, dan karakteristik mereka, diselenggarakan dengan berbagai pola pilihan kegiatan belajar-mengajar, serta dengan digunakannya berbagai sumber belajar. Kepentingan peserta didik/warga belajar adalah hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang bersifat normatif, komparatif, dan prospektif. Kondisi dan karakteristik peserta didik/warga belajar adalah keadaan pribadi dan lingkungnan yang menunjukkan kemampuan, hambatan, dan peluang yang berbeda-beda (Miarso, 2005).
B. Prinsip Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Menurut Miarso (2005), prinsip pendidikan terbuka dan jarak jauh meliputi enam prinsip, yaitu:
1. Prinsip kemandirian, yaitu diwujudkan dengan adanya kurikulum/program pendidikan yang memungkinkan untuk dipelajari secara mandiri, belajar perorangan, ataupun belajar kelompok sebaya, dengan sesedikit mungkin bantuan dari guru atau tenaga kependidikan lainnya.
2. Prinsip keluwesan, yaitu diwujudkan dengan dimungkinkannya peserta didik/warga belajar untuk memulai, mengakses sumber belajar, mengatur jadwal dan kegiatan belajar, mengikuti ujian atau kemajuan belajar, dan mengakhiri pendidikannya di luar ketentuan batasan waktu dan tahun ajaran. Termasuk dalam prinsip keluwesan ini adalah dimungkinkannya pindah jalur pendidikan formal – nonformal.
3. Prinsip keterkinian, diwujudkan dengan ketersedian program pembelajaran dan sumber belajar pada saat diperlukan. Tersedianya komunikasi dan informasi sangat mendukung prinsip ini.
4. Prinsip kesesuaian diwujudkan dengan adanya program belajar yang terkait langsung dengan kebutuhan pribadi maupun tuntutan lapangan kerja atau kamajuan masyarakat. Kesesuaian ini berarti pula sesuai dengan keinginan, minat, kemampuan, dan pengalaman peserta didik/warga belajar yang telah ada sebelumnya.
5. Prinsip mobilitas diwujudkan dengan adanya kesempatan untuk berpindah lokasi, jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang setara atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah memenuhi syarat kompetensi yang diperlukan.
6. Prinsip efisiensi diwujudkan dengan pendayagunaan berbagai macam sumber daya dan teknologi yang tersedia setempat dengan seoptimal mungkin. Sumber daya yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.
C. Perkembangan Pendidikan Terbuka dan Jarak jauh di Indonesia
Bentuk pendidikan terbuka tertua yang sampai sekarang masih diselenggarakan adalah pesantren. Diperkirakan dimulai pada abad ke-15, yaitu pada awal masuknya agama Islam ke Indonesia. Dalam pola pendidikan pesanten tidak dikenal adanya ijazah. Yang ada adalah pengakuan dari Kyai mengenai kemampuan santri yang dianggapnya telah menguasai ilmu. Pengakuan tentang mutu lulusan selanjutnya merupakan keputusan masyarakat (Zamakhsyari Dofier, 1994).
Pendidikan Taman Siswa awalnya merupakan pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai pendidikan terbuka karena misinya sebagai lembaga perjuangan menentang penjajahan dalam segala bentuknya. Pendidikan Taman Siswa dipelopori Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959), dengan mengembangkan sistem among, yaitu yang mendasarkan pada kodrat hidup anak dan kemerdekaan, dengan berpedoman pada Tut wuri handayani, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa.
Muhammad Syafei (1896 – 1969) mengembangkan dan menerapkan gagasan pendidikan di Kayutanam dengan dasar: (1) berpikir logis dan rasional serta meninggalkan cara berpikir mistis dan takhayul; (2) kebutuhan masyarakat; (3)kegunaan hasil pendidika untuk masyarakat; dan (4) tertanamnya rasa percaya diri dan berani bertanggung jawab. Sekolah Kayutanam memp[unyai dua jenjang, yaitu bawah dan atas. Kedua jenjang itu diberi pelajaran berupa pengetahuan dan pelajaran pratik. Bahan pelajaran diambil dari budaya bangsa Indonesia. Ciri khas pendidikan kayutanam ini adalah lulusannya tidak diberi ijazah, karena masyarakatlah yang menilai lulusan dan memberikan pengakuan (Waty Soemanto & Soeyarno, 1983).
Pada tahun 1950 pemerintah membentuk Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru (BKTPG) yang bertugas meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar, dengan menyediakan berbagai macam paket belajar dalam bidang pendidikan. Lembaga ini sekarang dikenal dengan Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Pada tahun 1952 diselenggarakan pendidikan melalui radio olej Djawatan Pendidikan Masyarakat untuk keperluan eks pelajar pejuang. Program ini didukung RRI dan AURI yang menggunakan pemancar bergerak.
Pada periode PELITA I digariskan kebijakan dalam GBHN untuk digunakan siaran radio dan televisi untuk meningkatka mutu pendidikan. Menjelang akhir PELITA I pemeriintah menetapkan suatu kebijakan mengenalkan SKSD Palapa (Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa). Dengan SKSD Palapa berdasarkan penelitian dan surve, dapat dilakukan serangkaian kegiatan: (1) Penataran dan pengembangan pendidikan guru melalui sistem pembelajaran jarak jauh; (2) pengembangan pendidikan luar sekolah melalui media massa dalam rangka pendidikan sepanjang hayat; (3)mengembangakan tenaga terampil dan professional dalam bidang teknologi pendidikan; (4) mengembangkan program teknologi komunikasi di perguruan tinggi; dan (5) mengembangkan proyek percontohan penyajian pendidikan dengan menggunakan media massa.
Pada tahun 1972 diselenggarakan model pendidikan PAMONG (Pendidikan Anak olej Masyarakat, Orangtua, dan Guru) Program belajar mengajar dilaksanakan dengan prinsip: (10 belajar mandiri dengan menggunakan bahan belajar yang disusun berupa modul; (2) belajar kelompok sebaya dengan bantuan kakak kelas yang telah menguasai pelajaran yang bersangkutan; (3) kompetisi untuk berprestasi dengan tersedianya daftar kemajuan belajar yang diisi sendiri dan diketahui semua siswa; (4) fungsi guru sebagai pengelola kegiatan belajar yang membantu mengatasi masalah yang tidak terpecahkan oleh siswa sendiri; (5) menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar; dan (60) meningkatkan partisipasi masyarakat dengan melibatkan sebagai narasumber.
Pada tahun 1974 Direktorat Pendidikan Dasar pada Drjen PLSPO mengembangkan paket belajar KEJAR Paket A, disambung kejar Paket B. Istilah Kejar merupakan akronim Kelompok Belajar atau Bekerja Sambil Belajar, yang dapat pula diartikan sebagai upaya mengejar ketinggalan. Maksud dikembangkannya Kejar Paket A adalah untuk mempersiapkan wearga negara agar dapat berpartisipasi aktif dan positif di lingkungan masyarakat (Napitupulu, 1979).
Tahun 1974 Siaran radio ountuk guru SD diresmikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang meliputi sebelas provinsi yang padat penduduknya dan yang sistem transportasi darat maupun laut sulit.
Pada tahun 1979 dirinitis SMP Terbuka di lima daerah, yaitu Kalianda (Lampung Selatan), Plumbon (Cirebon), Adiwerna (Tegal), Kalisat (Jember), dan Terara (Lombok Barat). Berdasarkan evaluasi komprehensif yang diselenggarakan tahun 1992, sistem SMP Terbuka memenuhi indikator kualitatif meliputi fleksibilitas, kelayakan, efesiensi, dan efektifitas (Kertasurya, 1992).
D. Profil Perkembangan Pendidikan Terbuka dan jarak jauh
Tahun 1976 diluncurkan SKSD Palapa sebagai pemicu perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Misinya adalah untuk: (1) pemerataan kesempatan pendidikan dengan menjangkau tempat-tempat terpencil; (2) penerangan kepada masyarakat; (30 keperluan hiburan; (4) komunikasi data dan keperluan bisnis; dan (4) untuk keperluan hankam (Miarso, 1976)
Tahun 1996 diresmikan program “Nusantara 21” (N-21) oleh Presiden RI, yag merupakan jaringan komounikasi terpadu dengan menggunakan kerangka pendekatan: (1) memanfaatkan semua teknologi yang mendukung pembangunan di semua sektor dan (2) membentuk suatu jaringan maya informasi atau adimarga informasi yang menghubungkan seluruh pelosok Indonesia. Dengan sistem N-21 dikembangkan [pusat akses masyarakat yang meliputi gelombang lebar untuk telepon, gelombang lebar pusat bisnisjaringan perpustakaan elektronik, dan kios masyarakat multimedia. (Miarso, 2005).
Pada tahun 1999 dikembangkan penggunaan teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika) untuk kepentingan pendidikan dengan didirikan Yayasan Sekolah 2000 dengan misi memperkenalkan internet kepada siswa dan guru di seluruh Indonesia, yang diprakarsai Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Mereka mempercayai bahwa internet dapat menjadi alat ampuh dalam mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan.
Di lingkungan perguruan tinggi telah dikembangkan penggunaan telematika. Misalnya ITB dan UI telah memanfaatkan jaringan telematikauntuk keperluan penelitian dan pembelajaran. Universitas terbuka telah memanfaatkan jaringan surat elektronik untuk keperluan komunikasi dan tutorial. Universitas Bina Nusantara dan PETRA telah memanfaatkan jatringan telematika untuk berbagai proses belajar dan pembelajaran, termasuk penyajian bahan belajar, bimbingan tutorial, manajemen pembelajaran, da penilaian hasil belajar. Lembaga pendidikan Pusat Pengembangan manajemen (PPM) dan Institut Bankir Indonesia (IBI) telah menyelenggarakan pendidikan pprofesi lanjut jarak jauh.
Sejak tahun 1994 telah dikembangkan Indonesian Distance Learning Network (IDLN) berkedudukan di Pustekom Diknas. Misinya yaitu mengkoordinasikan segala aspek pengembangan system belajar jarak jauh. Forum ini diketuai Depag, Depkes, Depnaker, Depdagriotda, Deperindag, PT Telkom, dan Universitas Terbuka. Miasi yang semula terbatas hanya di Indonesia, tahun 1997 dijadikan cikal bakal berdirinya SEAMOLEC (Southeast Asian Ministers of Education Organizatian Open Learning Center), yang membantu negara anggoto mengidentifikasi masalah pendidikandan mencari jalan pemecahan melalui penyebaran dan peggunaan system pendidikan terbuka dan jarak jauh secara efektif. Secara regional, Indonesia dipercaya untuk menggkoordinasikan pengembangan dan peyebaran system pendidikan terbuka dan jarak jauh.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah memungkinkan berbagai pilihan pemanfaatan, yang meliputi; perpustakakan elektronik, surat elektronik, ensiklopedia digital, pembelajaran multimedia interaktif, teleedukasi dan latihan jarak jauh, pengelolaan system informasi dalam jaringan, dan konferensi video jarak jauh.
E. Paradingma Pengembangan Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh dirancang dengan pendekatan yang berbeda dari system pendidikan tatap muka. Komponen yang perlu mendapat perhatian khusus adalah: (1) Visi, misi, dan tujuan; (b) bentuk, modus, dan cakupan program; (3) system penyelenggaraan; dan (4) manajemen mutu dan akreditasi. Pemahaman yang tepat ata komponen pengembangan tersebut diperlukan sebagai dasar penyusunan peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan.
1. Visi, Misi, dan Tujuan
Visi pendidikan terbuka dan jarak jauh dalam konteks system pendidikan nasional adalah terwujudnya pranata social yang memungkinkan peserta didik/warga belajar untuk memperoleh pendidikan semua jenis, jalur, dan jenjang secara mandiri dengan menggunakan berbagai sumber belajar dengan program pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan karakteristiknya.
Misi yang diemban dalam system pendidikan terbuka dan jarak jauh mencakup; (1) menyediakan berbagai pola, modus, dan cakupan program pendidikan terbuka dan jarak jauh untuk melayani kebutuhan masyarakat; (2) mengembangkan mendorong terjadinya inovasi berbagai proses belajar pembelajaran dengan aneka sumber belajar; dan (3) mengembangkan mekanisme manajemendan pengendalian mutu pendidikanyang diselenggarakan pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi, serta pendidikan jalur luar sekolah.
Tujuan pendidikan terbuka dan jarak jauh adalah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui penyelenggaraan pendidikan system belajar terbukan dan jarak jauh paa semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Diharapkan sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh dapat mengatasi masalah kesenjangan pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi, dan efesiensi dalam manajemen pendidikan yang disebabkan factor hambatan seperti: kondisi, jarak, tempat, dan wakktu.
2. Pola, Modus, dan Cakupan
Pendidikan terbuka dan jarak jauh diselenggarakan dengan berbagai pola pembelajaran, yang mengandalkan tersedianya aneka sumber. Yang mencakup penyelenggaraan pembelajaran melalui korespondensi, bahan cetak, rdio, audio/video, TV, bantuan komputer, dan multimedia jaringan internet.
Modus penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh ada mpat, yaitu moul tunggal, modus danda, modus jaringan, dan modus beragam. Modus tunggal adalah pelayanan pendidikan kepada peserta didik/warga belajar dilaksanakan sepenuhnya dengan melalui satu cara, yaitu dirancang khusu untuk melayani peserta didik/warga belajar di tempat tinggalnya.
Modus ganda adalah layanan pendidikan kepada peserta didik/warga belajar dilaksanakan melalui tatap muka langsung maupun tidak langsung, baik melaui media satu arah maupun dua arah. Modus jaringan adalah layanan pendidikan kepada peserta didik/warga belajar dilaksanakan melalui kolaborasi antarlembaga pendidikan, baik perancangan program, pengembangan bahan beklajar, proses pembelajaran, penilaian, paroduksi dan distribusi bahan ajar, dan penyediaan jasa pelayanan pendidikan.
Modus beragam adalah elajar berbasiskan aneka sumber. Sumber ini yang harus dicari sendiri oleh peserta didik/warga belajar, dan sudah ada yang tersedia, baik secara khusus mupun secara umum. Modus ini juga merupakan gabungan dari ketiga modus sebelumnya.
Cakupana sistem pendidikan terbukan dan jarak jauhberupa penyelenggaraan pendidikanuntuk beberapa amata pelajaran, program studi, atau kesatuan program pendidikan secara penuh menurut jenjang dan jenis dalam system pendidikan nasional. Lembaga pendidikan dengan sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh dengan modus ganda dapat mencakup beberapa mata pelajaran atau program studi sedangkan modus tunggal menawarkan semua program pendidikan dalam tatanan satuan kelembagaan pendidikan jalur sekolah dan luar sekolah pada pendidikan dasar, menengah dan tinggi, dengan jenis pendidikan umum, kejuruan, atupun kaagamaman. Modus jaringan dapat mencakup pada beberapa mata kuliah an program pendidikan sesuai spesialisasi masing-masing lembaga yang menjadi konsorsium.
3. Sistem Operasional
Dalam sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh terdapat empat komponen system operasional, yaitu: pengelolaan peserta didik/warga belajar, sumber belajar, dukungan pelayanan, dan penilaian hasil dan dampak pendidikan. Dengan prinsip peserta didik/warga belajar bebas menentukan sendiri kapan ia akan mulai belajar, bagaimana cara belajar, dari siap menerima pelajaran, dan sebagainya. Pengembangan sumber belajar dilakukan dengan mengetahui karakteristik umum peserta didik/warga belajar dengan melakukan analisis mengenai sumber apa yang diperlukan dan telah terseia serta dengan mempertimbangan skala ekonomi.
Dukungan layanan pendidikan berarti adanya orang tua atau organisasi yang dapat membantu peserta didik/warga belajaruntuk memperoleh kemudahan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta kegiatan akademik lainnya. Penilaian hasil dan dampak belajar dalam system pendidikan tradisional sering dinyatakan dengan angka an rapot atau ijazah. Dalam sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh tidak menerbitkan ijazah, atau penilaian lulusan dilakukan oleh masyarakat.
4. Manajemen Mutu dan Akreditasi
Penyelenggaraan sistem pendidikan terbukan dan jarak jauh menuntuk system manajemen mutu dan akreditasi secara khusus. Manajemen mutu diarahkan pada pengendalian mutu lulusan agar memenuhi standar kompetensi yang ditentukan secara nasional, sedangkan akreditas diarahkan pada penjaminan mutu pelayanan pendidikan. Manajeman mutu mencakup penentuan kompetensi lulusan, kompetensi bahan ajar, kompetensi mata pelajaran, dan struktur organisiasi kurikulum.
Kompetensi lulusan memuat standar akademik, keterampilan hidup, kecakapan moral dan karakter, kebiasaan hidup sehat, semangat kerja sama, apresiasi seni dan budaya, serta tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kompetensi bahan ajar memuat standar dasar yang harus dikuasai peserta didik/warga belajar melalui erangkaian prgaram belajar pembelajaran. Kompetensi bahan ajar didukung kompetensi mata pelajlaran yang perlu dikuasai peserta didik/warga belajar pada setiap tingkat kelas pendidikan, yang memuat stantar kompetensi kogniti9f, afektif, dan psikomotorik.
Aspek akreditas adalah kelayakan program pendidikan atau satuan pendidikan terbuka dan jarak jauh dinilai dari struktur program kurikulum, jumlh dan kualifikasi tenaga pengajar dan staf, kualiltas bahan ajar, penyediaan sarana pendukung, seperti perpustakaan dan fasilitas praktikum, pelayanan bantuan belajar dan tutorial, dan, peyelenggaraan ujian. Sedangkan kelayakan satuan kelembagaan dinilai berdasarkan pada kemampuan dalam mengelola dan menyelenggarakan pelayangan pedidikan berdasarkan standar minimal penidikan dan manajemen berbasis sekolah.
F. Penyelenggaraan Pendidikan Terbuka & Jarak Jauh
Sistem pendidikan terbukan dan jarak jauhdapt diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar sekolah, pendidikan kedinasan, pndidikan keagamaan, dan pendidikan berkelanjutan.
1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar bertujuan mengembangkan potensi dan kapasitas belajar peserta didik/warga belajar, antara lain meliputi rasa ingin tahu, percaya diri, keterampilan berkomunikasi, dan kesadaran diri. Di samping itu, pendidikan dasar perlu dioptimalkan untuk mengembangkan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan bernalar serta keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat.
Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh pada tiongkat dasar harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan dan tingkat perkembangan peserta didik/warga belajar. Semuanya itu pada hakekatnya menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya. Salah satu aspek pertumbuhan yang perlu mendapat perhatian adalah pentingnya program pembinaan dan pembimbingan mengingat perkembangan kematangan anak masih dalam periode awal. Pembinaan dan pembimbingan itu juga dalam konteks belajar mandiri.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan sebagai kelanjutan pendidikan dasar, yang berfungsi menyiapkan peserta didik/warga belajar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan berinteraksi secara produktif dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitar atau melanjutkan ke jenjang pendidikan y ang lebih tinggi. Pendidikan menengah ini meliputi SLTP dan SLTA. Pendidikan terbuka dan jarak jauh pada tingkat menengah diselenggarakan dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan peserta didik/warga belajar dan berorientasi pda pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau untuk memasuki dunia kerja. Karakteristik proses pembelajaran mandiri merupakan proses pendewasaan dalam berbagai aspek, baik akademik maupun kesiapan menghadapi dunia kekrja.
3. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menegah yang menekankan pada pengembangan kemampuan akademik dan keterampilan professional sebagai bekal untuk memasuki8 dunia kerja. Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh memperhatikan karakteristik program studi dan peserta didik/warga belajar juga mengacu pada pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, termasuk dalam mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih jauh lagi sepenuhnya harus mencerminkan kemandirian peserta didik/warga belajar dalam proses belajar pembelajaran yang mengarah pada pembentukan kepribadian dan sikap hidup yang mandiri.
4. Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah menekankan pada pelayanan pendidikan kepad warga masyarakat yang tidak dapat dilayani kebutuhan pendidiknnya melalui jalur sekolah. Pendidikan luar sekolah diselenggarakan pada satuan pendidikan luar sekolah yang dapat terdiri atas kelompok belajar, kursus, penitipan anak, kelompok bermain, da satuan pendidikan sejenis. Hasil pendidikan luar sekolah diakui setara dengan pendidikan jalur sekolah.
5. Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan menekankan pada peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departetmen atau lebaga pemerintah nondepartemen. Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh pada pendidikan kedinasan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan dan keprofesian, dan memperluas wawasan, tanpa harus meninggalkan tempat kerja.
6. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan menekankan pada pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan bagi anggota masyarakat termasuk peserta didik/warga belajar.Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh ditujukan untuk memperluas dan memperkuat pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan bagi semua warga masyarakat. Pendidikan keagamaan tidak sekadar berisi kaiaah-kaidah agama, tetapi juga norma kehidupan beragama: saling menghargai, saling menyayangi, dzan sebagainya.
7. Pendidikan Berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan menekankan pada pemberian kesempatan kepada peserta didik/warga belajar dewasa untuk mengikuti perkembangan yang terjadi dalam lingkungannya. Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh pada pendidikan berkelanjutan dapat dilakukan secara berencana maupun dimanfaatkan tanpa rencana untuk menambvah pengetahuan, memperluas wawasan, meningkatkan kemampuan dan keprofesionalan untuk diri sendiri maupun untuk lingkungannya. Pendidikan berkelanjutan berencana contohnya pendidikan profesi atau fungsional dalam jajaran birokrasi. Sedangkan pendidikan berkelanjutan yang memanfaatkan sumber-sumber yang ada lebih merupakan usaha mandiri, misalnya mengakses informasi dalam jaringan maya.

BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh dalam berbagai jenjang, jalur, dan jenis mempunyai prospek yang cerah, dalam rangka memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk mengembangkan potensi diri secara optimal serta untuk mengikuti perkembangan global, tanpa harus mengutamakan adanya pengakuan berupa ijazah atau sertifikat.
B. Saran
1. Hendaknya penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh lebih memanfaatkan perkembangan komunikasi dan teknologi informasi
2. Penganguan kemampuan dan keterampilan lulusan hendaknya tidak semata-mata berupa ijazah atau sertifikat, tetapi lebih pada unjuk kerja yang ditunjukkan dalam kehidupan dalam lingkungannya.

Daftar Pustaka

Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyebai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Ellul, Jajyues. 1969. The Technological Society. New York: Alfred A. Knopf.
Miarso, Yusufhadi. Dkk. 1998. Jaringan dan Sistem Informasi Nusantara 21: Aplikasi Bidang Pendidikan. Jakarta: Yayasan Litbang Telekomunikasi dan Telematika, naskah untuk penerbitan.
Zamaksyari, Dhofier. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Hppt/fauzi/guruonline.net

(TUGAS KELOMPOK: MATA KULIAH TKI)Oleh: Sumarji, Sarbowo, Jumadi, Mukono, Catur Eka

Ideologi Pendidikan dan Pengajaran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Idealogi dan pendidikan merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Sudah banyak pihak yang membahas masalah ini. Namun, pada kesempatan ini, kami akan membahas ulang tentang idealogi dan pendidikan dari sudut pandang diskusi kelompok kami.
Dalam pembahasan ini, akan dikaitan hubungan idealogi dan pendidikan di Indonesia dan penerapannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Seperti telah diketahui bersama bahwa pendidikan dan pengajaran di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Perubahan dan perkembangan ini tercermin pada perubahan (baca: pergantian) kurikulum yang terjadi hampir setiap sepuluh tahun.
Adanya perubahan ini didorong oleh penyesuian tuntutan perkembangan dan kebutuhan serta perkembangan zaman. Perubahan dan perkembangan ini berimplikasi pada tujuan pendidikan nasional, dan penjabarannya di lapangan.
Wujud perubahan dan perkembangan ini tampak pada penyusunan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran. Pada kesempatan ini, pembahasan dititikberatkan pada: (1) asal-usul dan perkembangan konsep idealogi; (2) idealogi dan filsafat; dan (3) idealogi, pendidikan, dan pengajaran..
B. Rumusan Masalah
Dari iuraian di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah: (1) Bagaimana asal-usul dan perkembangan konsep idealogi pendidikan di Indonesia?, (2) Bagaimana hubungan idealogi dengan filsafat?, dan (3) Bagaimana kaitan idealogi, pendidikan, dan pengajaran di Indonesia?

BAB II
URAIAN
A. Idealogi
Secara etimologi, idealogi berasal dari kata “idea” yang berarti “pikiran, gagsan, konsep, pengertian dasar, cita-cita”, dan “logos“ yang berarti “ilmu”. Secara harfiah idealogi adalah ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari ide disamakan artinya dengan cita-cita.
Secara historis, Filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796 pertama kali mendefinisikan istilah idealogi sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. Tracy menyebutkan bahwa idealogi sebagai suatu program yang dapat membawa perubahan internasinoal dalam masyarakat Prancis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, idealogi adalah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; (2) cara berpikir seseorang; sistem kepercayaan yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan yang ada atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, tantangan, instruksi, serta program untuk mencapainya; (3) himpunan nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan problem yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa idealogi adalah segala kumpulan gagasan, ide, kayakinan, kepercayaan, yang menyeluruh, dan sistematis tentang sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup
B. Filsafah
Menurut Ravertz (2004), filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu samapi ke akar-akarnya, maka dapat dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang diamati oleh manusia saja, isi alam yang diamati hanya sebagian kecil.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat (= falsafah) adalah (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal-usul, dan hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; (3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi
Dengan demikian filsafat adalah pemikira yang mendalam mengenai segala hakekat yang ada, asal-usul, dan hukumnya. Berfilsafat berarti berpikir secara menyeluruh tentang segala sesuatu.
C. Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (= pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari uraian di atas secara singkat, pendidikan dapat dirumuskan sebagai menuntut pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
D. Pengajaran
Inti pendidikan (secara formal) adalah mengajar, sedangkan inti pengajaran adalah belajar. Dalam pendidikan terlibat komponen-komponen: mengajar dan belajar. Mengajar terdapat guru, sedangkan belajar terdapat murid. Hadiyanto (2006) menyebut kedua hal itu sebagai proses belajar-mengajar, yang dijelaskan sebagai interaksi antara guru (pembelajar) dengaan murid (pebelajar) secara timbal balik berdasarkan seperangkat kurikulum yang didukung oleh sarana dan prasarana.
Sejalan dengan Hadiyanto, Purwanto (2006) menjelaskan bahwa dalam pengajaran terdapat guru dan murid, tujuan, bahan ajar, sarana dan prasana, metode, dan penilaian. Purwanto memandang bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian, pengajaran adalah proses interaksi antara guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A Perkembangan Konsep Idealogi
Idealogi merupakan doktrin yang ingin mengubah dunia. Ada juga yang mengualifikasikan idealogi sebagai sesuatu yang visioner tapi, lebih banyak lagi mengualifikasikannya sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkatakan, dan tidak realistis. Bahkan lebih dari itu, ada yang menyatakan sebagai sebuah penipu-an kolektif oleh seseorang atau pihak lain, yang mengarah pada pembenaran atau legitimasi subordinasi satu kelompok oleh kelompok lain. Dengan jalan manipulasi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kekerasan sistematik dan teror yang kemudian berujung pada imperialisme, perang, dan pembersihan etnis.
Secara universal, terdapat enam aliran idealogi pendidikan, seperti yang telah dibahas oleh pemakalah sebelumnya: idealogi fenomenologi, parenialisme, realisme, eksperimentalisme, dan eksistensialisme - atas dasar pada telaah yang dilakukan secara objektif, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmliah. Akan tetapi, secara khusu, negara Indonesia memiliki idealogi secara khusus yang berbeda dengan negara lain: Pancasila.
Pancasila sebagai konsep final idealogi resmi negara Indonesia harus menjiwai segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya dalam pendidikan di Indonesia. Hal ini berpengaruh langsung pada penentuan tujuan pendidikan nasional dan berimplikasi dalam pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep idealogi Pancasila yang harus menjiwai segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara memang ideal. Akan tetapi, menurut Pidarta (2000), hal itu cukup sulit untuk dilaksanakan karena tindakan manusia perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan sejak kecil. Hal yang demikian berarti berkaitan dengan pendidikan.
Di pihak lain, pemerintah sendiri belum mempunyai konsep yang jelas dan operasional tentang pendidikan yang dijiwai Pancasila ini. Pada masa orde baru pernah dipopulerkan butir-butir nilai Pancasila, yang dijabarkan ke dalam 45 butir. Hingga hari ini, sepengetahuan kami, butir-butir nilai Pancasila itu kurang dikenal di kalangan pelajar sekolah dasar dan menengah. Hal ini menunjukkan belum jelasnya ukuran Pancasilais untuk peserta didik.
Di sisi lain, menurut Pidarta (2000), Indonesia lebih banyak mengadopsi sistem pendidikan luar negeri, katakanlah Amerika. Idealogi Amerika pasti berbeda dengan idealogi Pancasila. Jika sistem pendidikan Amerika dipaksakan di Indonesia tentu kurang cocok. Oleh kaarena itu pemerintah, dalam hal ini penentu kebijakan dalam pendidikan, harus segera merumuskan sitem pendidikan yang Pancasilais.
B. Hubungan Idealogi dan Filsafat
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakekatnya merupakan suatu sistem nilai yang secara epistomologis kebenarannya telah diyakinni sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam pandangan realistis alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan
Idealogi dapat diartikan sebagai operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi idealogi, karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai sumber dan sebagai perumusan idealogi yang menyangkut strategi dan doktrin dalam menghadapi masalah yang timbul dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.
Oleh karena itu, penerapan idealogi pada masing-masing bidang tentulah tidak sama secara operasionalnya. Dalam bidang kelembagaan sosial, pendidikan misalnya, dipandang berbeda dengan penerapan idealogi dalam bidang politik. Sebuah kenyataan, dewasa ini telah banyak partai politik di Indonesia yang menjadikan Pancasila labukan lagi sebagai asas tunggal. Akan tetapi, bukan berarti partai politik menolak Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia.
Akhirnya kami sodorkan perbedaan antara idealogi dan filsafat sbb:
Idealogi: Filsafat:
1. sistem kepercayaan 1. sistem berpikir
2. berawal dari yakin 2. berawal dari ragu-ragu
3. landasan mitos 3. landasan logika
4. tujuan kesejateraan kelompok 4. tujuan wisdom
5. kolektif 5. indivudual
D. Idealogi, Pendidikan, dan Pengajaran
1. Idealogi dan Tujuan Pendidikan
Idealogi, ada yang mengatakan sebagai sebuah doktrin, tetapi, lebih banyak yang menyatakan sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkatakan, dan tidak realistis. Bahkan lebih dari itu: sebuah penipuan kolektif oleh seseorang atas yang lain, yang mengarah pada pembenaran subordinasi satu kelompok oleh kelompok lain, dengan jalan manipulasi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kekerasan sistematik dan teror yang kemudian berujung pada imperialisme, perang, dan pembersihan etnis.
Telah disinggung pada bagian terdahulu, idealogi pendidikan Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, proses pendidikan dan hasil pendidikan serta pengajaran idealnya haruslah mencerminkan Pancasila. Seperti yang telah dikemukakan pemakalah lain, Pancasila sebagai laandasan idealogis pendidikan dan UUD 1945 sebagai landasan strukturalnya, sedangkan landasan operasionalnya adalah UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia menjiwai tujuan pendidikan nasional. Pada intinya, tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang Pancasilais. Tujuan pendidikan menurut GBHN Tahun 1993 adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bettaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti lulhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, betos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani-rohani.
Pada perundang-undangan di bawahnya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah, dinyatakan bahwa tujuan pendidikan prasekolah adalah untuk membantu meletakkan perkembangan ke arah sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yng diperlukan oleh peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, menyebutkan tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan kemampuan dasar peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai ppribadi, anggota amasyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidkan Menengah menyebutkan tujuan pendidikan menengah umum adalah meningkatkan pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi, dan kesenian, meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alamsekitar. Khusus untuk menengah kejuruan mengutamakan penyiapan memasuki lapangan kerja serta sikap profesional. Pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penguasaan pengetahuan tentang agama yang bersangkutan. Pendidikan menengah kedinasan mengutamakan peningkatan kemampuan pegawai dan calon pegawai negeri dalam melaksanakan tugas kedinasan.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan tujuan adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, atau mencipptakan ilmu, teknologi, atau seni. Menyebarluaskan ilmu, teknologi, atau seni yang digunakan untuk meningkatkan taraf hidup pmasyarakat an memperkaya kebudayaan nasional.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional menyebutkan tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap, mandiri dan bertanggung jawab terhdap masyarakat dan bangsa.
Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah :
Dari berapa perundang-undangan di atas tampak bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Artinya baik secara jasmani, rohani, maupun secara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang dilandasi jiwa Pancasila.
2. Pendidikan dan Pengajaran
Pengajaran, sebagai salah satu proses pendidikan mempunyai sistematika, berupa kurikulum, guru, siswa, sarana dan prasarana. Itu semua dilaksanakan demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yang sudah dijelaskan di atas.
Pendidikan dan pengajaran adalah dua hal penting dalam mebina manusia, tetapi banyak orang yang belum paham tentang kedua hal itu. Pendidikan dilaksanakan salah satunya dengan pengajaran. Pengajaran untuk mewujudkan pendidikan. Pengajaran khusus ditujukan pada akal. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang tidak saja melibatkan hal pisik dan mental, tetapi juga hati dan nafsu karena sesungguhnya yang dididik adalah hati dan nafsu. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah. Kedua hal ini harus dipahami benar dalam membina insan. Keduanya diperlukan dalam pembinaan pribadi agar pandai berbakti pada Tuhan dan sesama manusia.
Pengajaran adalah proses belajar atau proses menuntut ilmu. Ada dosen, guru, ustad, yang mengajar ata menyampaikan ilmu kepada murid yang belajar. Hasilnya murid menjadi pandai, dan berilmu pengetahuan. Pendidikan adalah prdses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Di dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk dipahami dan dihayati sehingga tertanan dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut dengan akhlak.
Pendidikan antara lain adalah mengenalkan Tuhan kepada manusia membersihkan hati insan dari sifat-sifat keji dn mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Pendidikan juga menggembalikan hati nurani manusia kepada keadaan fitrah yang suci dnan bersih. Nafsu perlu dikendalikan supaya tidak cenderung kepada kejahatan dan maksiat tetapi cenderung pada kebaikan dan ibadah. Namun, kita tidak bisa mendidik saja tanpa memberi ilmu, dan begitu juga sebaliknya kita tidak bisa memberi ilmu saja tanpa mendidik. Pengajaran tanpa pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang pandai tapi rusak akhlaknya atau jahat. Masyarakat akan maju di berbagai bidang, kemewahan timbul di mana-mana, tetapi akan timbul hasat dan dengki karena jiwa setiap insan tidak hidup. Manusia menjadi individualis, tidak berkasih sayang, dan kemanusiannya musnah. Manusia berubah identitasnya. Fisiknya saja manusia, tetapi perangainya seperti bukan manusia, hewan misalnya.
Sebaliknya mendidik saja tanpa memberi ilmu, akan menghsailkan individu yang baik tetapi tidak berguna di tengah maysarakat. Mendidik tanpa ilmu menyebkan insan mempunyai jiwa yang hidup tetapi tidak ada ilmu untuk dijadikan panduan. Di sini perlu dipahmi bahwa tidak semua orang mampu mendidik. Ada oprang yang berilmu banyak, tetapi tidak mampu mendidik. Ada orang berilmu sedikit tetapi dapat mendidik. Karena peranan pengajaran ilmu hanya sedikit saja sedangkan selebihnya peraran pendidikan.
Dalam mencari ilmu, seseorang bisa blajar dari bebarapa guru. Karena hanya ilmu yang dipelajarai. Tepati dalam mendidik atau mencari pendidik, tidak bisa lebih dari satu pada seorang pendidik. Pendidik yang sesungguhnya adalah pemimpin pemodel sekaligus contoh untuk diikuti. Kalau ada banyak pendidik, maka ibarat seperti masakan yang dimasak oleh beberapa koki.
Dilihat dari segi ilmunya, tidak semua ilmu mempunyi ilmu pendidikan. Ilmu agama khususnya ilmu wajib atau fardu ain, seperti ilmu mengenal Tuhan memang untuk mendidik. Sedangkan kebanyakan ilmu akademik, seperti matematika, perdagangan, sejarah, ilmu alam, dan lain-lin tidak dapat untuk mendidik dan sekadar untuk mengajar saja. Meskipun begitu, jika poses pendidikan berjalan dengan benar, sehingga jiwa tauhid hadir pada diri seseorang, maka ilmu-ilmu akademik akan menambah keyakinannya dan akan menjadiknnya semakin melihat betapa berkusanya dan Mahahebat Tuhan. Sebalaiknya bagi pelajar-pelajar yang kosong jiwanya dari mengenal Tuhan, ilmu-ilmu tersebut hanya akan melalaikan mereka karena mereka tidak mampu mengaitkan apa yang meraka pelajari dengan Tuhan.
Dalam suatu proses membangun dan membina manusia, pengajaran dan pendidikan adalah hal wajib. Namun pendidikanah yang diutamakan. Karena jika pndidikan tidak diutamakan, maka akan terbangun masyarakat yang rusak dan merusakkan. Manusia akan menjadi musuh manusia yang lain dan Tuhannya. Didiklah manusi lebih dahulu sebelum mengajar mereka hingga pandai. Jadikan mereka berakhlak sebelum menjadikan mereka berilmu, kenalkan Tuhan terlebih dahulu, sebelum mengenalkan alam semesta beserta ciptaan-Nya yang lain. Jadikan mereka sebagai hamba-hamba Tuhan lebih dahulu sebelum menjadikan mereka kalifah.
4.Tujuan Pengajaran
Berawal dari tujuan pendidikan nasional dapat disusun kurikulum untuk semua lembaga pendidikan (formal) dari TK hingga perguruan tinggi, sebagai bagian suatu sistem pendidikan nasional. Setiap jenjang lembaga pendidikan dirumuskan tujuan pendidikannya, yang disebut tujuan institusional. Tujuan institusionall adalah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tiongkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Oleh karena itu, tujuan institusional antara jenjang dan jenis pendidikan tidaklah sama.
Dari tujuan institusional dirumuskan tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang dirinci menurut mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan tujuan tiap-tiap mata pelajaran pada jenjang dan jenis sekolah tertentu. Baik tujuan institusional maupun tujuan kurikuler tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan kurikuler tidak boleh menyimpang dari tujuan institusional.
Sebagai contoh
Tujuan pendidikan menengah umum adalah meningkatkan pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi, dan kesenian, meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alamsekita
Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat
5. Memahami konsep,prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Dari tujuan kurikuler dijabarkan menjadi tujuan instruksional. Tujuan instruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan subpokok bahasan atau standar kompetensi. Tujuan instruksional ini dijabarkan menjadi dua macam: Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan instruksional umum (Kurikulum sekarang menyebutnya standar kompetensi) terdapat pada setiap pokok bahasan (sekrang: kompetensi dasar) yang dituangkan ke dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP).
Tujuan instruksional khusus (sekarang: standar kompetensi dasar) adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai peserta didik pada akhir pelajaran. Tujuan instruksional khusus ini dituangkan dalam rencana pembelajaran (RP) yang disusun oleh guru. Dengan tujuan instruksional ini diharapkan siswa memiliki hasil belajar yang dapat diukur.
Keterukuran pencapaian tujuan instruksional khusus ini diukur dengan evaluasi atau tes. Oleh karena itu, dalam menyusun tujuan instruksional khusus, di samping harus sesuai dengan TIU, juga harus memenuhi syarat tertentu. Syarat tertentu yang dimaksud adalah: (1) berupa tingkah laku (perporma) hasil belajar yang dapat diukur atau diamati. Oleh karena itu harus menggunakan kata kerja operasional; (2) menyatakan kondisi tingkah laku yang diharapkan; dan (3) syarat kriteria, yaitu seberapa jauh gambaran tingkah laku yang diharapkan itu, harus jelas batas tingkat pemahaman dan penguasaan hasil belajar yang dimaksud.
Dari sederet tujuan pendidikan di atas, yang menjadi ujung tombaknya adalah tujuan instruksional khusus. Pemegang otoritas atas tercapai dan tidaknya tujuan instruksional ini ada di tangan guru dalam kelas. Bagaimana guru menyusun tujuan dan merencanakan pencapaiannya tergambar dalam rumusan rencana pembelajarannya atau skenario pembelajarannya.
Dengan tercapainya tujuan instruksional khusu, diharap[kan tercapai pula tujuan instruksional umum. Dengan tercapainya tujuan instruksional umum, diharapkan akan tercapai tujuan institusional, begitu seterusnya, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional.
Sebegitu hebat dan pentingnya guru dalam meniti pencapaian tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, guru perlu memahami benar idealogi pendidikan dan pengajaran dalam sistem pendidikan nasional. Dalam implementasinya di lapangan, guru diharapkan mampu mengejawantahkan/ memanifestasikan idealogi Pancasila dalam segala segi dan aspek pengajaran di kelas.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa idealogi adalah segala kumpulan gagasan, ide, kayakinan, kepercayaan, yang menyeluruh, dan sistematis tentang sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup. Idealogi yang menjadi falsafah bangsa Indonesia adalah idealogi Pancasila. Sehingga segala sesuatu yang menyangkut dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilandasi jiwa Pancasila.
Idealogi dapat diartikan sebagai operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi idealogi. Filsafat sebagai sumber dan sebagai perumusan idealogi yang menyangkut strategi dan doktrin dalam menghadapi masalah yang timbul dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.
Oleh karena itu, penerapan idealogi pada masing-masing bidang tentulah tidak sama secara operasionalnya. Dalam bidang pendidikan Pancasila sebagai falsafah dan idealoginya. Hal ini menjadi acuan dalam merumuskan tujuan pendidikan dan pengajaran di Indonesia: yaitu terbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, baik secara jsmani-rohani maupun secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.

B. Saran
Sebagai guru hendaknya mampu menanamkan jiwa Pancasila pada diri pribadi. Kondisi ini sangat penting sebagai pondasi kuat bagi sang guru dalam kiprahnya di ujung tombak pendidikan. Sebagaimana yang telah disunahkan Rasulullah, dan diterjemahkan Ki Hajar Dewantara, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Pada tahap selanjutnya, membimbing dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki jiwa Pancasila. Allahu alambishawab. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto, Dwi Nugroho. 2006. Pemikiran Kependidikan dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta: LEKDIS
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ravertz, Jerome R. 1982. The Philosophy of Science. Oxford: University Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosda Karya
http://www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/pengertian pendidikan.doc
http://www.elisa.ugm.ac.id/file/agushu/pengertian filsafat

Landasan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Maka tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang berkepribadian Indonesia, mempunyai rasa tanggung jawab sosial, berjiwa demokrasi Indonesia, menghormati agama, sanggup melaksanakan cita-cita masyarakat adil dan makmur dengan keberanian bakti dan pengabdian.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus, yaitu:
mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang.
mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan.
mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah : Apakah yang menjadi landasan pendidikan?
BAB II
URAIAN
A. Landasan Pendidikan
Pendidikan itu bersifat universal dan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi lain. Menurut Sulistyono (2003:31)Landasan adalah dasar, pijakan yang disepakati menjadi pegangan yang selamanya menjiwai setiap langkah atau kegiatan sejak merencanakan sampai melaksanakan .Dasar pendidikan kita artinya yang menjadi landasan atau pijakan bagi pendidikan kita adalah Pancasila.
Ada tujuh prinsip yang dikemukan dalam pembahasan ini yaitu landasan hukum, landasan filsafat, landasan psikolgis, landasan sosiologis, landasan teknologis dan landasan sosial budaya.
1. Landasan hukum pendidikan diantaranya adalah menurut UUD 1945, UU RI. No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan Nasional, dan beberapa PP tentang pendidikan dan GBHN tahun 1993. Landasan hukum yang membahas perundang-undangan di Indonesia memberikan konsep, pendidikan harus bersumber pada akar kebudayaan nasional.
2. Landasan filosofis, bangsa Indonesia mempunyai falsafah umum atau filsafat negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada semua bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah pengembangan afeksi dari filosofis negara, sepatutnya dibina dan dikemnbangkan oleh satu tim dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Landasan psikologi pembahasannya mencakup psikologi perkembangan, belajar, sosial, kesiapan belajar, dan aspek-aspek inividu melahirkan konsep sebagai berikut; teori belajar disiplin mental untuk melatih perkalian dan soal-soal, sedangkan teori Naturalis bermanfaat untuk belajar seumur hidup (long life udecation), teori belajar Behaviorieme untuk membentuk perilaku nyata dan teori belajar kognitif untuk mempelajari hal-hal yang rumit. Pengembangan individu harus dikembangkan dan dimotivasi agar berkembang secara berimbang, optimal, dan terintegrasi sehinga menjadikan manusia berkembang seutuhnya.
4. Landasan Sosiologis, merupakan studi tentang masyarakat. Secara lengkap, sosiologi ini mempelajari keseluruhan lingkungan sosial individu, mulai dari pola-pola kebudayaan, menganalisis lembaga-lembaga masyarakat serta mencari sifat-sifat dan kontrol sosial melalui peristiwa interaksi anatar individu kelompok. Landasan sosiologis yang diterapkan dalam bidang pendidikan melahirkan disiplin baru yang disebut sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip dan data sosiologis dalam proses pendidikan.
5. Landasan Teknologis, landasan ilmiah diperlukan karena tuhuan utama pendidikan ialah menghasilkan pribadi yang baik. Pandangan mannusia yang menyatakan bahwa manusia adalah animal educandum, animal symbolicum, dan homo religius merupakan landasan yang kuat bagi pekerjaan dibidang pendidikan. Sebagai realitas sosial, kegiatan pendidikan dapat diamati dimanipulasi (diatur), dapat dijadikan bahan eksperimen maupun direfleksikan secara filosofis. Berbeda realitas sosila sehari-hari yang pada umumnya berlangsung secara wajar, maka seebagian besar kegiatan pendidikan merupakan kegiatan terprogram. Unsur material kegiatan pendidikan pada umumnya terhimpun dalam satuan tindak pendidikan yang secara makro disebut kegiatan pendidikan terprogram.
6. Landasan sosial budaya, pada bagian ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan sosiologi, budaya masyarakat Indonesia yang dikaitkan dengan konsep pendidikan. Bahwa hubungan lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan lembaga pendidikan seharusnya sebagai agen penunjang pendidikan. Kebudayaan nasional juga seharusnya menjadi filter terhadap budaya asing yang negatif dan juga sebagai cerminan pendidikan Indonesia. Adanya kemungkinan pergeseran pardigma pendidikan dari sekolah ke masyarakat luas. Ujian negara perlu diubah menjadi ujian sekolah seiring dengan pergeseran sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi sehingga tujuan pendidikan nasional lebih mudah diwujudkan.
B. Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (= pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari uraian di atas secara singkat, pendidikan dapat dirumuskan sebagai menuntut pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Landasan Hukum
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu.Dalam hal ini landasan hukum pendidikan.adalah:
a. Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia. Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang – Undang.
b. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang – undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.”


Landasan Filsafat
Filosofi pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :
a. Esensialis
Esensialis merupakan aliran pendidikan yang menerapkan filsafat idealis dan realisme secara eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki (esensial), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberas arts adalah bahasa, gramatikal, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika, sejarah dan seni. Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad – abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika pendidikan

b. Parenialis
Parenialis merupakan filsafat yang paling konservatif, tradisional dan kaku. Para parenialis percaya bahwa pendidikan, seperti halnya sifat manusia adalah sesuatu yang tetap. Kemampuan berakal merupakan sifat istimewa dari manusia, oleh karena itu pendidikan hendaknya menekankan kepada pengembangan rasionalitas. pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas Aquino
c. Progresivis
Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan Progresivis ini adalah John Dewey.
d. Rekonstruksionis
Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan, 1983). Mereka bercita – cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.Filsafat pendidikan
e. Eksistensialis
Filsafat Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
Landasan Psikologis
Landasan Psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.a. Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988)1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusi berbudaya b. Psikologi BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut :1. Imitasi2. Sugesti3. Identifikasi4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989)Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores, sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :1. Gagasan2. Ideologi3. Norma4. Teknologi5. BendaAgar menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :1. Kesenian2. Ilmu3. KepandaianKebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur dan sebagainya3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.

Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Sosiologi dan PendidikanSosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Pendidikan sebagai gejala sosial dalm kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.
Landasan Teknologis
Landasan Teknologis, dari analisis tentang kegiatan pendidikan sehari-hari dan program pendidikan secara makro dapat diketahui bahwa pemikiran tentang kegiatan pendidikan terbentang dari filsafat dan filsafat pendidikan sampai dengan teknologi pembelajaran yang bersifat teknis kuantitaif sebagai Ilmu bantu pendidikan.
Jenis teknologi yang secara langsung memiliki pengaruh kuat terhadap pelaksanaan pendidikan ialah komunikasi, seperti radio, TV, komputer. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dan dikonstruk dengan lebih jelas dalam suatu disiplin yaitu teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran.
Kiranya konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara sistem pengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut :
“Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri aialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan gar sang anak mengembngkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”.
Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu factor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. Oleh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran (yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan siswanya.
6. Landasan Kultural
Kultural adalah padanan dari kata kebudayaan yang dalam bahasa Inggris disbut culture dengn demikian kebudayaan memiliki fungsi untuk membimbing tingkah laku perbuatan manusia, baik sebagai mahluk individu maupun makhluk social. Lima hal yang dapat diperoleh individu dari kebudayaan: 1. Kebudayaan diperoleh dari kehidupan sebagai anggota masyarakat. 2. Nilai atau norma yang terkandung dalam suatu kebudayaan merukan suatu pedoman hidup. 3. Isi pendidikan ditentukan oleh nilai kebudayaan yang merupakan dasar dan tujuan pendidikan. 4. Antara pendidikan, pengajaran dan kebudayaan merupakan konsep yang terintegrasi.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat.
Landasan pendidikan memberi perspektif yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
B. Saran:
Sebagai pekerja professional guru dfan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dfan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto, Dwi Nugroho. 2006. Pemikiran Kependidikan dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta: LEKDIS
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ravertz, Jerome R. 1982. The Philosophy of Science. Oxford: University Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sulistyanto,T. 2003. Wawasan Pendidikan. Jakarta. Dit. PLP. Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Sabtu, Juni 07, 2008

Peternak Ayam Menjerit

1. Sekilas tentang Ayam Kampung
Beternak ayam kampung pada umumnya hanya sekedar untuk memanfaatkan sisi-sisa makanan agar tidak dibuang sia-sia. Namun jika dikelola secara intensif ayam kampung juga dapat mendatangkan nilai tambah bagi pengelolanya. Disamping menghasilkan telur juga menghasilkan daging yang mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi.
Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa baiknya terhadap lingkungan. Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika.
Pada umumnya ayam kampung dipelihara secara tradisional dengan pola ala kadarnya, tanpa perawatan khusus dan tanpa kandang, sehingga sering ditemui ayam kampung yang tidur di atas pohon.

2. Isu Flu Burung

Sebagai peternak ayam kampung yang sudah malang melintang selama empat belas tahun lebih, penulis prihatin dengan mencuatnya kasus flu burung. Penulis sendiri mengikuti berita televisi yang menyebutkan bahwa beberapa wilayah di daerah Jawa Barat, DKI Jakarta , dan Bali merebak wabah flu burung . Bahkan, sempat ada larangan memelihara unggas yang diprakarsai oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Sutiyoso. Selain itu, tidak jarang dimunculkan berita pemusnahan unggas dengan jalan dibakar secara besar-besaran baik terhadap unggas yang terinfeksi penyakit maupun yang tidak/belum terinfeksi penyakit.
Menurut warga Dukuh Mergayu Desa Klurahan Kecamatan Ngronggot pemusnahan unggas tersebut akan menimbulkan kecemasan dan kepanikan di tengah-tengah masyarakat, khususnya yang memelihara ayam baik petelor atau ayam kampung seperti yang banyak dilakukan warga Mergayu. Karenanya, ia berharap pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya masalah pencegahan flu burung. Pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Kalau ada sosialisasi peternak siap berdiskusi untuk mencari jalan yang terbaik.
Para peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) maupun yang bukan anggota PPUI, akan mengikuti instruksi Presiden untuk memusnahkan ayam yang terkena flu burung. Namun, mereka meminta agar kompensasi akibat pemusnahan ayam itu diberikan dalam bentuk uang, bukan dalam bentuk anak ayam atau pakan ternak seperti yang dijanjikan pemerintah. Pernyataan tersebut dikemukakan Ketua Umum PPUI, Ali Abubakar, dan sejumlah peternak di kawasan Bogor dan Tangerang, Jumat (30/1) pagi. Mereka diminta tanggapannya atas instruksi Presiden Megawati Soekarnoputri untuk memusnahkan ayam yang terkena flu burung dan akan memberikan kompensasi dalam bentuk bibit atau anak ayam. Sementara itu, Komisi III DPR setuju memberikan anggaran Rp 212 miliar bagi penyediaan vaksin, pelaksanaan biosekuriti peternakan, pemusnahan dan kebutuhan peralatan laboratorium serta public awareness.
Ali Abubakar mengatakan kompensasi itu sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 1967. Soal ini akan dibahas oleh tim dari pemerintah. ”Tetapi sesuai dengan UU itu maka ganti rugi dalam bentuk uang sesuai jumlah, jenis, umur ayam berdasarkan harga yang berlaku saat pemusnahan,” ujar Ali.
Ganti rugi sesuai dengan UU tersebut, menurut Ali, hanya bagi peternak rakyat mandiri. Terhadap peternak dalam sistem kemitraan yang terintegrasi maka kerugian ditanggung oleh perusahaan inti.
Menurut Hartono, isu flu burung mengakibatkan konsumsi daging ayam di Indonesiamencapai titik terendah, yakni hanya 20 persen dari suplai. Namun, meskipun saatini mencapai 95 persen dari permintaan normal, stok nasional menumpuk sampai 11juta ekor. Stok tersebut berlebihan sehingga tidak mustahil memicu penurunan harga dagingayam.
Sebenarnya isu flu burung terlalu dibesar-besarkan oleh negara-negara maju yang memproduksi vaksi flu burung tersebut. Kalau kita mau jujur wabah penyakit demam berdarah yang berjangkit di beberapa daerah di Indonesia jauh lebih dahsyat daripada isu flu burung.

3. Harga Pakan yang Mahal

Industri ayam di dalam negeri pada saat ini menghadapi ancaman kolaps karenaharga pakan ternak melambung sangat tinggi dalam beberapa pekan terakhir.
Wahyudi mengatakan, waktu isu flu burung merebak, harga ayam pedaging anjlok di bawah biaya produksi. Pada sisi lain, peternak dijepit harga bahan baku makanan ternak yang 70 persen merupakan barang impor. Selain pasokan dunia yang kurang, biaya pengapalan yang juga naik turut mempengaruhi. Lebih lanjut dikatakan pihak pengusaha sudah melakukan pertemuan dengan pemerintah untuk menyiasati masalah ini. Mengingat hal ini juga demi kepentingan nasional.
Melambungnya harga pakan ternak juga merupakan pukulan telak bagi para peternak ayam. Tampaknya, beban peternak semakin berat dengan kenaikan itu sebab biaya produksi turut melonjak. Bagaimanapun peternak menganggap dengan kenaikan harga pakan akan mengancam usaha budi daya ayam khususnya ayam pedaging (broiler).
Pukulan beruntun yang dirasakan peternak ayam kampung wabah flu burung yang baru saja berlalu, kini harga pakan ternak semakin terdongkrak tajam. Harga pakan ternak terus melonjak seiring dengan naiknya harga bahan baku pakan di pasar internasional dan biaya pengapalan. Akibatnya produsen pakan ternak secara bertahap menaikkan harga pakan rata-rata dari Rp 4000/kg kini harganya telah mencapai Rp 5.500/kg bahkan Rp 6000/kg.
Wahyudi juga menyinggung permasalahan yang tidak pernah diatasi oleh pemerintah, yakni mafia perdagangan daging ayam yang dikuasai hanya tujuh perusahaan yang menjadi broker. Perusahaan itu yang membuat harga ayam tak pernah lebih dari Rp 10.000/kg di peternak, tetapi di supermarket harganya di atas Rp 14.000/kg.
Menyinggung kenaikan harga pakan ternak yang sangat menyulitkan peternak, Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan Sofjan Sudardjat mengatakan, pemerintah akan berusaha mencarikan jalan keluar menemukan bahan baku untuk keperluan domestik. Pemerintah akan berusaha agar kebutuhan bahan baku itu dapat diperoleh di dalam negeri.
"Jagung dan dedak sebenarnya bisa dipenuhi di dalam negeri, tetapi bungkilkedelai memang masih harus impor. Tetapi, kalau sebagian besar sudah diperolehdi dalam negeri, harga pakan bisa ditekan lebih murah," ujar Sofjan.
Lebih lanjut Sofjan juga mengatakan, pemerintah juga mengupayakan adanya pengurangan pungutan terhadap industri peternakan ayam, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Misalnya, retribusi daerah dan Pajak Pertambahan Nilai.
Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan Sofjan Sudardjat juga mengatakan bahwa industri peternakan ayam di dalam negeri sudah mulai berjalan secara normal. Hal itudidukung oleh fakta bahwa orang-orang sudah mau makan daging dan telor ayam."Jadi, saat ini kita sudah bergerak untuk kembali ke kondisi sebelum terjadinya wabah flu burung. Bahkan, kondisinya seperti sebelum krisis ekonomi tahun 1997,"
Namun realitanya di lapangan produksi jagung dan kedelai saja, Indonesia sampai saat ini tidak mampu memenuhi sesuai kebutuhan dalam negeri. Padahal sejak masa Orde Baru program diluncurkan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan hanya saja semuanya berlalu begitu bagai angin. Masih segar dalam ingatan Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus Kedelai atau program yang paling terkenal ketika era pemerintahan Soeharto, yakni Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) menuju swasembada 2001? Hasilnya apa? Tidak ada. Sampai saat ini pun Indonesia belum mampu melakukan swasembada semua komoditi itu.

4. Pemberian Vaksinasi dan Obat

Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin bagi peternak mutlak diperlukan untuk mejaga kekebalan terhadap penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun yang disebabkan oleh virus.
Vaksin dibagi menjadi 2 macam yaitu: Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih lama daripada dengan vaksin inaktif/pasif dan Vaksin inaktif, adalah vaksin yang mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa mengubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikan pada ayam yang diduga sakit.
Sedangkan obat-obatan diperlukan untuk mengobati unggas yang telah terserang penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun yang disebabkan oleh virus.

(Sumarji)
http://sumarjispendu.blogspot.com

Daftar Pustaka

http://groups.yahoo.com/group/mmaipb/message/5902
http://www.nganjukkab.go.id/ina/news.php?id=64"
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0401/30/sh01.html http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2004/0505/ind1.html
http://ngraho.wordpress.com/2008/01/02/ternak-ayam-petelur/
http://pubs.cas.psu.edu/FreePubs/pdfs/uh126.pdf.Controlling Birds Around Farm Buildings

Senin, Mei 19, 2008

Guru yang Profesional dan Pendidikan yang Berkualitas




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan, berdasarkan tes yang telah dilakukan oleh Trends In International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 2003, menunjukkan bahwa para siswa SMP kelas dua kita, menempati posisi ke 34, jauh dibawah Singapura dan Malaysia yang masing-masing menempati urutan pertama dan ke sepuluh, pada penilaian kemampuan anak didik di bidang matematika.
Pada tahun berikutnya (2004), UNDP juga telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks) di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sebuah negara yang baru saja keluar dari konflik politik yang besar dan baru memulai untuk berbenah diri namun sudah memperlihatkan hasilnya karena membangun dengan tekad dan kesungguhan hati.
Fenomena di atas telah memberi gambaran secara singkat kepada kita, tentang kondisi dunia pendidikan saat ini di tanah air, yang menunjukkan kualitas pendidikan di negera kita memang masih jauh dari yang kita harapkan. Perlu sebuah upaya kerja keras tanpa henti dengan melibatkan seluruh stakeholders, agar dunia pendidikan kita benar-benar bangkit dari keterpurukan untuk mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara lain sehingga mampu berkompetisi secara terhormat dalam era globalisasi yang semakin menguat. Oleh sebab itu reformasi pendidikan, dimana salah satunya issu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Saat ini dunia pendidikan nasional Indonesia berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internal kepentingan pembangunan bangsa, maupun secara eksternal dalam kaitan dengan kompetisi antarbangsa. Menurut Surya (2007) kualitas pendidikan nasional masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut pandang terus ditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan dan kepentingan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng di atas yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah Bagaimanakah guru yang profesional dan pendidikan yang berkualitas?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Guru Profesional
Profesional (Kamus Besar Bahasa Indonesia:789) bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Guru profesional adalah guru yang dituntut mempunyai kepandaian untuk melasanakan tugasnya, sehingga Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
1)Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
2)Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya.
3)Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4)Mematuhi kode etik profesi.
5)Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6)Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7)Memiliki kesempatan untuk mengernbangka profesinya secara berkelanjutan.
8)Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas profesisionalnya.
9)Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
ahli di bidang teori dan praktik keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarkannya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
Bertolak dari definisi di atas “guru” merupakan subyek yang menjadi fokus bahasan ini, karena siapapun sependapat bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat insitusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. “No teacher no education, no education no economic and social development” demikian prinsip dasar yang diterapkan dalam pembangunan pendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya yaitu Ho Chi Minh. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Di Indonesia guru masih belum mendapatkan posisi yang seharusnya dalam kebijakan dan program-program pendidikan. Saatnya kini membuat kebijakan dengan paradigma baru yaitu membangun pendidikan dengan memulainya dari subyek “guru”. Tanpa itu semua dikhawatirkan mutu pendidikan tidak sampai pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia.

2. Pendidikan Berkualitas
Dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan dinamis dalam kehidupan setiap manusia yang mempengaruhi perkembangan fisik, mental, sosial, emosisi, dan etikanya.
Pendidikan menurut Sir Godfrey Thomson (dalam Hidayanto, 1998); “ pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas asat individu untuk menghasilkan perubahan-perubahanyang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya” Sedangkan menurut (KamusBesar Bahasa Indonesia:232) “pendidikan berarti mendidik; memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.”
Kualitas (Kamus Besar Bahasa Indonesia:533) artinya tingkat baik buruknya sesuatu; derajat atau taraf. Berkualitas berarti mempunyai kualitas; bermutu baik. Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang bermutu baik, dilihat dari segi sarana dan prasarananya serta menghasilkan siswa-siswa yang unggul yang dapat bersaing pada jenjang pendidikan selanjutnya dan bursa dunia kerja.

B. Kualitas Pendidikan: Proses dan Hasil
Dalam konsep yang lebih luas, kualitas pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun oprasional, baik edukatif maupun manajerial, baik pada tingkatan makro (nasional), regional, institusional, maupun instruksional dan individual; baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, dsb. Dalam bahasan ini proses pendidikan yang dimaksud adalah proses pendidikan Proses pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Kualitas pendidikan bukan terletak pada besar atau kecilnya sekolah, negeri atau swasta, kaya atau miskin, permanen atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau membayar, fasilitas yang “wah dan keren”, guru sarjana atau bukan, berpakaian seragam atau tidak. Faktor-faktor yang menentukan kualitas proses pendidikan suatu sekolah adalah terletak pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah guru sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan instruksional.
Dalam konteks yang lebih luas, hasil pendidikan mencakup tiga jenjang yaitu: produk, efek, dan dampak. Hasil pendidikan yang berupa “produk”, adalah wujud hasil yang dicapai pada akhir satu proses pendidikan, misalnya akhir satu proses instruksional, akhir smester, akhir tahun ajaran, akhir jenjang pendidikan, dsb. Wujudnya dinyatakan dalam satu satuan ukuran tertentu (seperti angka, grade, peringkat, indeks prestasi, yudicium, UAN, dsb.) sebagai gambaran kualitas hasil pendidikan dalam periode tertentu. Hasil pendidikan berupa “efek”, adalah perubahan lebih lanjut terhadap keseluruhan kepribadian peserta didik sebagai akibat perolehan produk dari proses pendidikan (pembelajaran) dari satu periode tertentu. Perolehan produk pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk hasil belajar seperti angka dalam rapor, dsb. seyogianya memberikan pengaruh (efek) terhadap perubahan keseluruhan perilaku/kepribadian peserta didik seperti dalam pemahaman diri, cara berfikir, sikap, nilai, dan kualitas kepribadian lainnya. Selanjutnya hasil pendidikan yang berupa “dampak”, adalah berupa pengaruh lebih lanjut hasil pendidikan berupa produk dan efek yang diperoleh peserta didik terhadap kondisi dan lingkungannya baik di dalam keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan.

C. Hamabatan

1. Kuantitas, kualitas, dan distribusi
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut.
Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanya masih di bawah D-3 atau lebih rendah.
Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidakseimbangan penyebaran guru antarsekolah dan antardaerah. Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
Dari aspek kesesuaiannya, di SMP dan SM, masih terdapat ketidaksepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan. Pada sekolah tertentu kelebihan guru mata pelajaran tertentu, tetapi kekurangan guru mata pelajaran lainnya.

2. Kesejahteraan
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah: (1) kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan dosen, (3) kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD dengan guru SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7) kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya pribadi, dan pengembangan karir).



3. Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan (antara lain manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.). Dari aspek unsur dan prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme” sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.

4. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreativitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.

5. Pendidikan guru
Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya. Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar. Disamping itu pola-pola pendidikan guru yang ada dewasa ini masih terisolasi dengan sub-sistem manajemen lainnya seperti rekrutmen, penempatan, mutasi, promosi, penggajian, dan pembinaan profesi.

D. Guru yang Diharapkan
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum. “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan memalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Saat ini telah lahir Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen sebagai satu landasan konstitusional yang sekaligus sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara profesional, sejahtera, dan terlindungi. Undang-undang guru sangat diperlukan dengan tujuan: (1) mengangkat harkat citra dan martabat guru, (2) meningkatkan yanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran, (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru secara optimal, (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru, (5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, (6) mendorong peranserta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 7 ayat 1) prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme, (b) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (c) memiliki kompetrensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (d) memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi, (e) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan, (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian. Selanjutnya pasal 14 menyatakan bahwa guru mempunyai hak professional sebagai berikut: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social; (b) mendapatkan poromosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, (c) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, (d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, (e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasaranban pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofeionalam, (f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusaan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan, (g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas, (h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi, (i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, (j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau, (k) memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:ahli di bidang teori dan praktik keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun operasional, baik edukatif maupun manajerial, baik pada tingkatan makro (nasional), regional, institusional, maupun instruksional dan individual; baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah Landasan Pendidikan. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Bandono.2007. Mendidik Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas (Kuliah Umum Program Pascasarjana dan PGSD Universitas PGRI Yogyakarta): Yogyakarta.
Depdikbub.1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka
Hidayanto, Dwi Nugroho.1988. Mengenal Manusia dan Pendidikan. Yogyakarta: Liberty.
Hidayanto, Dwi Nugroho.2007. Pemikiran Pendidikan dari Filsafat ke Ruang Kelas.Jakarta: LekDis.
Surya, Mohamad.2004. Psikologi Pembelajaran & Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisi.