Selasa, Juni 17, 2008

Landasan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Maka tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang berkepribadian Indonesia, mempunyai rasa tanggung jawab sosial, berjiwa demokrasi Indonesia, menghormati agama, sanggup melaksanakan cita-cita masyarakat adil dan makmur dengan keberanian bakti dan pengabdian.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus, yaitu:
mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang.
mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan.
mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah : Apakah yang menjadi landasan pendidikan?
BAB II
URAIAN
A. Landasan Pendidikan
Pendidikan itu bersifat universal dan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi lain. Menurut Sulistyono (2003:31)Landasan adalah dasar, pijakan yang disepakati menjadi pegangan yang selamanya menjiwai setiap langkah atau kegiatan sejak merencanakan sampai melaksanakan .Dasar pendidikan kita artinya yang menjadi landasan atau pijakan bagi pendidikan kita adalah Pancasila.
Ada tujuh prinsip yang dikemukan dalam pembahasan ini yaitu landasan hukum, landasan filsafat, landasan psikolgis, landasan sosiologis, landasan teknologis dan landasan sosial budaya.
1. Landasan hukum pendidikan diantaranya adalah menurut UUD 1945, UU RI. No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan Nasional, dan beberapa PP tentang pendidikan dan GBHN tahun 1993. Landasan hukum yang membahas perundang-undangan di Indonesia memberikan konsep, pendidikan harus bersumber pada akar kebudayaan nasional.
2. Landasan filosofis, bangsa Indonesia mempunyai falsafah umum atau filsafat negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada semua bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah pengembangan afeksi dari filosofis negara, sepatutnya dibina dan dikemnbangkan oleh satu tim dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Landasan psikologi pembahasannya mencakup psikologi perkembangan, belajar, sosial, kesiapan belajar, dan aspek-aspek inividu melahirkan konsep sebagai berikut; teori belajar disiplin mental untuk melatih perkalian dan soal-soal, sedangkan teori Naturalis bermanfaat untuk belajar seumur hidup (long life udecation), teori belajar Behaviorieme untuk membentuk perilaku nyata dan teori belajar kognitif untuk mempelajari hal-hal yang rumit. Pengembangan individu harus dikembangkan dan dimotivasi agar berkembang secara berimbang, optimal, dan terintegrasi sehinga menjadikan manusia berkembang seutuhnya.
4. Landasan Sosiologis, merupakan studi tentang masyarakat. Secara lengkap, sosiologi ini mempelajari keseluruhan lingkungan sosial individu, mulai dari pola-pola kebudayaan, menganalisis lembaga-lembaga masyarakat serta mencari sifat-sifat dan kontrol sosial melalui peristiwa interaksi anatar individu kelompok. Landasan sosiologis yang diterapkan dalam bidang pendidikan melahirkan disiplin baru yang disebut sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip dan data sosiologis dalam proses pendidikan.
5. Landasan Teknologis, landasan ilmiah diperlukan karena tuhuan utama pendidikan ialah menghasilkan pribadi yang baik. Pandangan mannusia yang menyatakan bahwa manusia adalah animal educandum, animal symbolicum, dan homo religius merupakan landasan yang kuat bagi pekerjaan dibidang pendidikan. Sebagai realitas sosial, kegiatan pendidikan dapat diamati dimanipulasi (diatur), dapat dijadikan bahan eksperimen maupun direfleksikan secara filosofis. Berbeda realitas sosila sehari-hari yang pada umumnya berlangsung secara wajar, maka seebagian besar kegiatan pendidikan merupakan kegiatan terprogram. Unsur material kegiatan pendidikan pada umumnya terhimpun dalam satuan tindak pendidikan yang secara makro disebut kegiatan pendidikan terprogram.
6. Landasan sosial budaya, pada bagian ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan sosiologi, budaya masyarakat Indonesia yang dikaitkan dengan konsep pendidikan. Bahwa hubungan lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan lembaga pendidikan seharusnya sebagai agen penunjang pendidikan. Kebudayaan nasional juga seharusnya menjadi filter terhadap budaya asing yang negatif dan juga sebagai cerminan pendidikan Indonesia. Adanya kemungkinan pergeseran pardigma pendidikan dari sekolah ke masyarakat luas. Ujian negara perlu diubah menjadi ujian sekolah seiring dengan pergeseran sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi sehingga tujuan pendidikan nasional lebih mudah diwujudkan.
B. Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (= pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari uraian di atas secara singkat, pendidikan dapat dirumuskan sebagai menuntut pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Landasan Hukum
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu.Dalam hal ini landasan hukum pendidikan.adalah:
a. Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia. Pasal – pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang – Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang – Undang.
b. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang – undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.”


Landasan Filsafat
Filosofi pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar – akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :
a. Esensialis
Esensialis merupakan aliran pendidikan yang menerapkan filsafat idealis dan realisme secara eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki (esensial), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberas arts adalah bahasa, gramatikal, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika, sejarah dan seni. Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad – abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika pendidikan

b. Parenialis
Parenialis merupakan filsafat yang paling konservatif, tradisional dan kaku. Para parenialis percaya bahwa pendidikan, seperti halnya sifat manusia adalah sesuatu yang tetap. Kemampuan berakal merupakan sifat istimewa dari manusia, oleh karena itu pendidikan hendaknya menekankan kepada pengembangan rasionalitas. pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas Aquino
c. Progresivis
Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan Progresivis ini adalah John Dewey.
d. Rekonstruksionis
Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan, 1983). Mereka bercita – cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.Filsafat pendidikan
e. Eksistensialis
Filsafat Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
Landasan Psikologis
Landasan Psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.a. Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988)1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusi berbudaya b. Psikologi BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut :1. Imitasi2. Sugesti3. Identifikasi4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989)Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores, sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :1. Gagasan2. Ideologi3. Norma4. Teknologi5. BendaAgar menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :1. Kesenian2. Ilmu3. KepandaianKebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur dan sebagainya3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.

Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Sosiologi dan PendidikanSosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Pendidikan sebagai gejala sosial dalm kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.
Landasan Teknologis
Landasan Teknologis, dari analisis tentang kegiatan pendidikan sehari-hari dan program pendidikan secara makro dapat diketahui bahwa pemikiran tentang kegiatan pendidikan terbentang dari filsafat dan filsafat pendidikan sampai dengan teknologi pembelajaran yang bersifat teknis kuantitaif sebagai Ilmu bantu pendidikan.
Jenis teknologi yang secara langsung memiliki pengaruh kuat terhadap pelaksanaan pendidikan ialah komunikasi, seperti radio, TV, komputer. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dan dikonstruk dengan lebih jelas dalam suatu disiplin yaitu teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran.
Kiranya konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara sistem pengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut :
“Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri aialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan gar sang anak mengembngkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”.
Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu factor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. Oleh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran (yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan siswanya.
6. Landasan Kultural
Kultural adalah padanan dari kata kebudayaan yang dalam bahasa Inggris disbut culture dengn demikian kebudayaan memiliki fungsi untuk membimbing tingkah laku perbuatan manusia, baik sebagai mahluk individu maupun makhluk social. Lima hal yang dapat diperoleh individu dari kebudayaan: 1. Kebudayaan diperoleh dari kehidupan sebagai anggota masyarakat. 2. Nilai atau norma yang terkandung dalam suatu kebudayaan merukan suatu pedoman hidup. 3. Isi pendidikan ditentukan oleh nilai kebudayaan yang merupakan dasar dan tujuan pendidikan. 4. Antara pendidikan, pengajaran dan kebudayaan merupakan konsep yang terintegrasi.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat.
Landasan pendidikan memberi perspektif yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
B. Saran:
Sebagai pekerja professional guru dfan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dfan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto, Dwi Nugroho. 2006. Pemikiran Kependidikan dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta: LEKDIS
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ravertz, Jerome R. 1982. The Philosophy of Science. Oxford: University Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sulistyanto,T. 2003. Wawasan Pendidikan. Jakarta. Dit. PLP. Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Tidak ada komentar: