Selasa, Juni 17, 2008

Ideologi Pendidikan dan Pengajaran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Idealogi dan pendidikan merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Sudah banyak pihak yang membahas masalah ini. Namun, pada kesempatan ini, kami akan membahas ulang tentang idealogi dan pendidikan dari sudut pandang diskusi kelompok kami.
Dalam pembahasan ini, akan dikaitan hubungan idealogi dan pendidikan di Indonesia dan penerapannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Seperti telah diketahui bersama bahwa pendidikan dan pengajaran di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Perubahan dan perkembangan ini tercermin pada perubahan (baca: pergantian) kurikulum yang terjadi hampir setiap sepuluh tahun.
Adanya perubahan ini didorong oleh penyesuian tuntutan perkembangan dan kebutuhan serta perkembangan zaman. Perubahan dan perkembangan ini berimplikasi pada tujuan pendidikan nasional, dan penjabarannya di lapangan.
Wujud perubahan dan perkembangan ini tampak pada penyusunan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran. Pada kesempatan ini, pembahasan dititikberatkan pada: (1) asal-usul dan perkembangan konsep idealogi; (2) idealogi dan filsafat; dan (3) idealogi, pendidikan, dan pengajaran..
B. Rumusan Masalah
Dari iuraian di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah: (1) Bagaimana asal-usul dan perkembangan konsep idealogi pendidikan di Indonesia?, (2) Bagaimana hubungan idealogi dengan filsafat?, dan (3) Bagaimana kaitan idealogi, pendidikan, dan pengajaran di Indonesia?

BAB II
URAIAN
A. Idealogi
Secara etimologi, idealogi berasal dari kata “idea” yang berarti “pikiran, gagsan, konsep, pengertian dasar, cita-cita”, dan “logos“ yang berarti “ilmu”. Secara harfiah idealogi adalah ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari ide disamakan artinya dengan cita-cita.
Secara historis, Filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796 pertama kali mendefinisikan istilah idealogi sebagai ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. Tracy menyebutkan bahwa idealogi sebagai suatu program yang dapat membawa perubahan internasinoal dalam masyarakat Prancis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, idealogi adalah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; (2) cara berpikir seseorang; sistem kepercayaan yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan yang ada atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, tantangan, instruksi, serta program untuk mencapainya; (3) himpunan nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan problem yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa idealogi adalah segala kumpulan gagasan, ide, kayakinan, kepercayaan, yang menyeluruh, dan sistematis tentang sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup
B. Filsafah
Menurut Ravertz (2004), filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu samapi ke akar-akarnya, maka dapat dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang diamati oleh manusia saja, isi alam yang diamati hanya sebagian kecil.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat (= falsafah) adalah (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal-usul, dan hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; (3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi
Dengan demikian filsafat adalah pemikira yang mendalam mengenai segala hakekat yang ada, asal-usul, dan hukumnya. Berfilsafat berarti berpikir secara menyeluruh tentang segala sesuatu.
C. Pendidikan
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (= pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari uraian di atas secara singkat, pendidikan dapat dirumuskan sebagai menuntut pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
D. Pengajaran
Inti pendidikan (secara formal) adalah mengajar, sedangkan inti pengajaran adalah belajar. Dalam pendidikan terlibat komponen-komponen: mengajar dan belajar. Mengajar terdapat guru, sedangkan belajar terdapat murid. Hadiyanto (2006) menyebut kedua hal itu sebagai proses belajar-mengajar, yang dijelaskan sebagai interaksi antara guru (pembelajar) dengaan murid (pebelajar) secara timbal balik berdasarkan seperangkat kurikulum yang didukung oleh sarana dan prasarana.
Sejalan dengan Hadiyanto, Purwanto (2006) menjelaskan bahwa dalam pengajaran terdapat guru dan murid, tujuan, bahan ajar, sarana dan prasana, metode, dan penilaian. Purwanto memandang bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian, pengajaran adalah proses interaksi antara guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A Perkembangan Konsep Idealogi
Idealogi merupakan doktrin yang ingin mengubah dunia. Ada juga yang mengualifikasikan idealogi sebagai sesuatu yang visioner tapi, lebih banyak lagi mengualifikasikannya sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkatakan, dan tidak realistis. Bahkan lebih dari itu, ada yang menyatakan sebagai sebuah penipu-an kolektif oleh seseorang atau pihak lain, yang mengarah pada pembenaran atau legitimasi subordinasi satu kelompok oleh kelompok lain. Dengan jalan manipulasi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kekerasan sistematik dan teror yang kemudian berujung pada imperialisme, perang, dan pembersihan etnis.
Secara universal, terdapat enam aliran idealogi pendidikan, seperti yang telah dibahas oleh pemakalah sebelumnya: idealogi fenomenologi, parenialisme, realisme, eksperimentalisme, dan eksistensialisme - atas dasar pada telaah yang dilakukan secara objektif, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmliah. Akan tetapi, secara khusu, negara Indonesia memiliki idealogi secara khusus yang berbeda dengan negara lain: Pancasila.
Pancasila sebagai konsep final idealogi resmi negara Indonesia harus menjiwai segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya dalam pendidikan di Indonesia. Hal ini berpengaruh langsung pada penentuan tujuan pendidikan nasional dan berimplikasi dalam pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep idealogi Pancasila yang harus menjiwai segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara memang ideal. Akan tetapi, menurut Pidarta (2000), hal itu cukup sulit untuk dilaksanakan karena tindakan manusia perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan sejak kecil. Hal yang demikian berarti berkaitan dengan pendidikan.
Di pihak lain, pemerintah sendiri belum mempunyai konsep yang jelas dan operasional tentang pendidikan yang dijiwai Pancasila ini. Pada masa orde baru pernah dipopulerkan butir-butir nilai Pancasila, yang dijabarkan ke dalam 45 butir. Hingga hari ini, sepengetahuan kami, butir-butir nilai Pancasila itu kurang dikenal di kalangan pelajar sekolah dasar dan menengah. Hal ini menunjukkan belum jelasnya ukuran Pancasilais untuk peserta didik.
Di sisi lain, menurut Pidarta (2000), Indonesia lebih banyak mengadopsi sistem pendidikan luar negeri, katakanlah Amerika. Idealogi Amerika pasti berbeda dengan idealogi Pancasila. Jika sistem pendidikan Amerika dipaksakan di Indonesia tentu kurang cocok. Oleh kaarena itu pemerintah, dalam hal ini penentu kebijakan dalam pendidikan, harus segera merumuskan sitem pendidikan yang Pancasilais.
B. Hubungan Idealogi dan Filsafat
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakekatnya merupakan suatu sistem nilai yang secara epistomologis kebenarannya telah diyakinni sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam pandangan realistis alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan
Idealogi dapat diartikan sebagai operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi idealogi, karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai sumber dan sebagai perumusan idealogi yang menyangkut strategi dan doktrin dalam menghadapi masalah yang timbul dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.
Oleh karena itu, penerapan idealogi pada masing-masing bidang tentulah tidak sama secara operasionalnya. Dalam bidang kelembagaan sosial, pendidikan misalnya, dipandang berbeda dengan penerapan idealogi dalam bidang politik. Sebuah kenyataan, dewasa ini telah banyak partai politik di Indonesia yang menjadikan Pancasila labukan lagi sebagai asas tunggal. Akan tetapi, bukan berarti partai politik menolak Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia.
Akhirnya kami sodorkan perbedaan antara idealogi dan filsafat sbb:
Idealogi: Filsafat:
1. sistem kepercayaan 1. sistem berpikir
2. berawal dari yakin 2. berawal dari ragu-ragu
3. landasan mitos 3. landasan logika
4. tujuan kesejateraan kelompok 4. tujuan wisdom
5. kolektif 5. indivudual
D. Idealogi, Pendidikan, dan Pengajaran
1. Idealogi dan Tujuan Pendidikan
Idealogi, ada yang mengatakan sebagai sebuah doktrin, tetapi, lebih banyak yang menyatakan sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkatakan, dan tidak realistis. Bahkan lebih dari itu: sebuah penipuan kolektif oleh seseorang atas yang lain, yang mengarah pada pembenaran subordinasi satu kelompok oleh kelompok lain, dengan jalan manipulasi sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kekerasan sistematik dan teror yang kemudian berujung pada imperialisme, perang, dan pembersihan etnis.
Telah disinggung pada bagian terdahulu, idealogi pendidikan Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, proses pendidikan dan hasil pendidikan serta pengajaran idealnya haruslah mencerminkan Pancasila. Seperti yang telah dikemukakan pemakalah lain, Pancasila sebagai laandasan idealogis pendidikan dan UUD 1945 sebagai landasan strukturalnya, sedangkan landasan operasionalnya adalah UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia menjiwai tujuan pendidikan nasional. Pada intinya, tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang Pancasilais. Tujuan pendidikan menurut GBHN Tahun 1993 adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bettaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti lulhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, betos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani-rohani.
Pada perundang-undangan di bawahnya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah, dinyatakan bahwa tujuan pendidikan prasekolah adalah untuk membantu meletakkan perkembangan ke arah sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yng diperlukan oleh peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, menyebutkan tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan kemampuan dasar peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai ppribadi, anggota amasyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidkan Menengah menyebutkan tujuan pendidikan menengah umum adalah meningkatkan pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi, dan kesenian, meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alamsekitar. Khusus untuk menengah kejuruan mengutamakan penyiapan memasuki lapangan kerja serta sikap profesional. Pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penguasaan pengetahuan tentang agama yang bersangkutan. Pendidikan menengah kedinasan mengutamakan peningkatan kemampuan pegawai dan calon pegawai negeri dalam melaksanakan tugas kedinasan.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan tujuan adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, atau mencipptakan ilmu, teknologi, atau seni. Menyebarluaskan ilmu, teknologi, atau seni yang digunakan untuk meningkatkan taraf hidup pmasyarakat an memperkaya kebudayaan nasional.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional menyebutkan tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap, mandiri dan bertanggung jawab terhdap masyarakat dan bangsa.
Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah :
Dari berapa perundang-undangan di atas tampak bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Artinya baik secara jasmani, rohani, maupun secara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang dilandasi jiwa Pancasila.
2. Pendidikan dan Pengajaran
Pengajaran, sebagai salah satu proses pendidikan mempunyai sistematika, berupa kurikulum, guru, siswa, sarana dan prasarana. Itu semua dilaksanakan demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yang sudah dijelaskan di atas.
Pendidikan dan pengajaran adalah dua hal penting dalam mebina manusia, tetapi banyak orang yang belum paham tentang kedua hal itu. Pendidikan dilaksanakan salah satunya dengan pengajaran. Pengajaran untuk mewujudkan pendidikan. Pengajaran khusus ditujukan pada akal. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang tidak saja melibatkan hal pisik dan mental, tetapi juga hati dan nafsu karena sesungguhnya yang dididik adalah hati dan nafsu. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah. Kedua hal ini harus dipahami benar dalam membina insan. Keduanya diperlukan dalam pembinaan pribadi agar pandai berbakti pada Tuhan dan sesama manusia.
Pengajaran adalah proses belajar atau proses menuntut ilmu. Ada dosen, guru, ustad, yang mengajar ata menyampaikan ilmu kepada murid yang belajar. Hasilnya murid menjadi pandai, dan berilmu pengetahuan. Pendidikan adalah prdses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Di dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk dipahami dan dihayati sehingga tertanan dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut dengan akhlak.
Pendidikan antara lain adalah mengenalkan Tuhan kepada manusia membersihkan hati insan dari sifat-sifat keji dn mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Pendidikan juga menggembalikan hati nurani manusia kepada keadaan fitrah yang suci dnan bersih. Nafsu perlu dikendalikan supaya tidak cenderung kepada kejahatan dan maksiat tetapi cenderung pada kebaikan dan ibadah. Namun, kita tidak bisa mendidik saja tanpa memberi ilmu, dan begitu juga sebaliknya kita tidak bisa memberi ilmu saja tanpa mendidik. Pengajaran tanpa pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang pandai tapi rusak akhlaknya atau jahat. Masyarakat akan maju di berbagai bidang, kemewahan timbul di mana-mana, tetapi akan timbul hasat dan dengki karena jiwa setiap insan tidak hidup. Manusia menjadi individualis, tidak berkasih sayang, dan kemanusiannya musnah. Manusia berubah identitasnya. Fisiknya saja manusia, tetapi perangainya seperti bukan manusia, hewan misalnya.
Sebaliknya mendidik saja tanpa memberi ilmu, akan menghsailkan individu yang baik tetapi tidak berguna di tengah maysarakat. Mendidik tanpa ilmu menyebkan insan mempunyai jiwa yang hidup tetapi tidak ada ilmu untuk dijadikan panduan. Di sini perlu dipahmi bahwa tidak semua orang mampu mendidik. Ada oprang yang berilmu banyak, tetapi tidak mampu mendidik. Ada orang berilmu sedikit tetapi dapat mendidik. Karena peranan pengajaran ilmu hanya sedikit saja sedangkan selebihnya peraran pendidikan.
Dalam mencari ilmu, seseorang bisa blajar dari bebarapa guru. Karena hanya ilmu yang dipelajarai. Tepati dalam mendidik atau mencari pendidik, tidak bisa lebih dari satu pada seorang pendidik. Pendidik yang sesungguhnya adalah pemimpin pemodel sekaligus contoh untuk diikuti. Kalau ada banyak pendidik, maka ibarat seperti masakan yang dimasak oleh beberapa koki.
Dilihat dari segi ilmunya, tidak semua ilmu mempunyi ilmu pendidikan. Ilmu agama khususnya ilmu wajib atau fardu ain, seperti ilmu mengenal Tuhan memang untuk mendidik. Sedangkan kebanyakan ilmu akademik, seperti matematika, perdagangan, sejarah, ilmu alam, dan lain-lin tidak dapat untuk mendidik dan sekadar untuk mengajar saja. Meskipun begitu, jika poses pendidikan berjalan dengan benar, sehingga jiwa tauhid hadir pada diri seseorang, maka ilmu-ilmu akademik akan menambah keyakinannya dan akan menjadiknnya semakin melihat betapa berkusanya dan Mahahebat Tuhan. Sebalaiknya bagi pelajar-pelajar yang kosong jiwanya dari mengenal Tuhan, ilmu-ilmu tersebut hanya akan melalaikan mereka karena mereka tidak mampu mengaitkan apa yang meraka pelajari dengan Tuhan.
Dalam suatu proses membangun dan membina manusia, pengajaran dan pendidikan adalah hal wajib. Namun pendidikanah yang diutamakan. Karena jika pndidikan tidak diutamakan, maka akan terbangun masyarakat yang rusak dan merusakkan. Manusia akan menjadi musuh manusia yang lain dan Tuhannya. Didiklah manusi lebih dahulu sebelum mengajar mereka hingga pandai. Jadikan mereka berakhlak sebelum menjadikan mereka berilmu, kenalkan Tuhan terlebih dahulu, sebelum mengenalkan alam semesta beserta ciptaan-Nya yang lain. Jadikan mereka sebagai hamba-hamba Tuhan lebih dahulu sebelum menjadikan mereka kalifah.
4.Tujuan Pengajaran
Berawal dari tujuan pendidikan nasional dapat disusun kurikulum untuk semua lembaga pendidikan (formal) dari TK hingga perguruan tinggi, sebagai bagian suatu sistem pendidikan nasional. Setiap jenjang lembaga pendidikan dirumuskan tujuan pendidikannya, yang disebut tujuan institusional. Tujuan institusionall adalah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tiongkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Oleh karena itu, tujuan institusional antara jenjang dan jenis pendidikan tidaklah sama.
Dari tujuan institusional dirumuskan tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang dirinci menurut mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan tujuan tiap-tiap mata pelajaran pada jenjang dan jenis sekolah tertentu. Baik tujuan institusional maupun tujuan kurikuler tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan kurikuler tidak boleh menyimpang dari tujuan institusional.
Sebagai contoh
Tujuan pendidikan menengah umum adalah meningkatkan pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi, dan kesenian, meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alamsekita
Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat
5. Memahami konsep,prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Dari tujuan kurikuler dijabarkan menjadi tujuan instruksional. Tujuan instruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan subpokok bahasan atau standar kompetensi. Tujuan instruksional ini dijabarkan menjadi dua macam: Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan instruksional umum (Kurikulum sekarang menyebutnya standar kompetensi) terdapat pada setiap pokok bahasan (sekrang: kompetensi dasar) yang dituangkan ke dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP).
Tujuan instruksional khusus (sekarang: standar kompetensi dasar) adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai peserta didik pada akhir pelajaran. Tujuan instruksional khusus ini dituangkan dalam rencana pembelajaran (RP) yang disusun oleh guru. Dengan tujuan instruksional ini diharapkan siswa memiliki hasil belajar yang dapat diukur.
Keterukuran pencapaian tujuan instruksional khusus ini diukur dengan evaluasi atau tes. Oleh karena itu, dalam menyusun tujuan instruksional khusus, di samping harus sesuai dengan TIU, juga harus memenuhi syarat tertentu. Syarat tertentu yang dimaksud adalah: (1) berupa tingkah laku (perporma) hasil belajar yang dapat diukur atau diamati. Oleh karena itu harus menggunakan kata kerja operasional; (2) menyatakan kondisi tingkah laku yang diharapkan; dan (3) syarat kriteria, yaitu seberapa jauh gambaran tingkah laku yang diharapkan itu, harus jelas batas tingkat pemahaman dan penguasaan hasil belajar yang dimaksud.
Dari sederet tujuan pendidikan di atas, yang menjadi ujung tombaknya adalah tujuan instruksional khusus. Pemegang otoritas atas tercapai dan tidaknya tujuan instruksional ini ada di tangan guru dalam kelas. Bagaimana guru menyusun tujuan dan merencanakan pencapaiannya tergambar dalam rumusan rencana pembelajarannya atau skenario pembelajarannya.
Dengan tercapainya tujuan instruksional khusu, diharap[kan tercapai pula tujuan instruksional umum. Dengan tercapainya tujuan instruksional umum, diharapkan akan tercapai tujuan institusional, begitu seterusnya, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional.
Sebegitu hebat dan pentingnya guru dalam meniti pencapaian tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, guru perlu memahami benar idealogi pendidikan dan pengajaran dalam sistem pendidikan nasional. Dalam implementasinya di lapangan, guru diharapkan mampu mengejawantahkan/ memanifestasikan idealogi Pancasila dalam segala segi dan aspek pengajaran di kelas.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa idealogi adalah segala kumpulan gagasan, ide, kayakinan, kepercayaan, yang menyeluruh, dan sistematis tentang sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup. Idealogi yang menjadi falsafah bangsa Indonesia adalah idealogi Pancasila. Sehingga segala sesuatu yang menyangkut dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilandasi jiwa Pancasila.
Idealogi dapat diartikan sebagai operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi idealogi. Filsafat sebagai sumber dan sebagai perumusan idealogi yang menyangkut strategi dan doktrin dalam menghadapi masalah yang timbul dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.
Oleh karena itu, penerapan idealogi pada masing-masing bidang tentulah tidak sama secara operasionalnya. Dalam bidang pendidikan Pancasila sebagai falsafah dan idealoginya. Hal ini menjadi acuan dalam merumuskan tujuan pendidikan dan pengajaran di Indonesia: yaitu terbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, baik secara jsmani-rohani maupun secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.

B. Saran
Sebagai guru hendaknya mampu menanamkan jiwa Pancasila pada diri pribadi. Kondisi ini sangat penting sebagai pondasi kuat bagi sang guru dalam kiprahnya di ujung tombak pendidikan. Sebagaimana yang telah disunahkan Rasulullah, dan diterjemahkan Ki Hajar Dewantara, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Pada tahap selanjutnya, membimbing dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki jiwa Pancasila. Allahu alambishawab. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto, Dwi Nugroho. 2006. Pemikiran Kependidikan dari Filsafat ke Ruang Kelas. Jakarta: LEKDIS
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ravertz, Jerome R. 1982. The Philosophy of Science. Oxford: University Press.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosda Karya
http://www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/pengertian pendidikan.doc
http://www.elisa.ugm.ac.id/file/agushu/pengertian filsafat

Tidak ada komentar: